DAENG SUTIGNA

Awal mula hati beliau tergerak untuk membuat angklung adalah saat dua orang pengemis datang kerumahnya di Kuningan tahun 1938 dan memainkan angklung pentatonis (da mi na ti la da). Bunyi angklung tersebut membuat hatinya tergetar dan membeli angklung pentatonis tersebut. Ketika angklung pentatonis itu ada di tangannya, pikiranya mulai bekerja dan ingin membuat angklung diatonis. Namun, secara teknis tidak bisa membuat angklung. Untuk mengatasi persoalannya,beliau belajar kepada pakar angklung bernama Djaya

Pada awalnya, permainan angkung ciptaannya hanya dikenal di kalangan anak-anak Pramuka di Kuningan. Selanjutnya, setelah angklung diatonis dikenal di kalangan Pramuka sebagai alat musik yang menyenangkan, akhirnya permainan musik angklung diatonis bisa diterima dan diajarkan di sekolah.

Pada tahun 1955 dalam kesempatan acara Konferensi Asia Afrika di Gedung Merdeka, Bandung. Daeng Sutigna juga diminta membuat konser angklung yang dikreasinya itu. Sejak itu, angklung diatonisnya sering di pertunjukan dalam acara-acara resmi, seperti dalam World Fair di New York, Amerika Serikat (1964), dimana ia memimpin pertunjukan kesenian termasuk angklung di paviliun Indonesia selama 8 bulan. 

Dilanjutkan dengan mengadakan pertunjukan di Belanda dan Perancis. Tahun 1967, ia mengadakan pertunjukan muhibah berkeliling di berbagai kota di Malaysia.Dan Kita pun sekarang patut berbangga karena angklung telah terdaftar di UNESCO sebagai Warisan Budaya Bangsa pada tahun 2010 lalu dan tak terlepas dari jasa beliau. (Dari berbagai sumber)

Komentar :

0 comments: